I. PENDAHULUAN
Kemiskinan dan kesenjangan pendapatan masih menjadi masalah besar bagi bangsa Indonesia. Sudah banyak strategi penanggulangan yang di lakukan oleh pemerintah tetapi masih saja belum dapat menurunkan angka kemiskinan di Indonesia. Tulisan singkat ini akan mencoba untuk membahas tentang kondisi kemiskinan di Indonesia dan bagaimana cara penanggulangan yang dapat dilakukan.
Kemiskinan adalah keadaan dimana terjadi ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan , pakaian , tempat berlindung, pendidikan, dan kesehatan. Kemiskinan dapat disebabkan oleh kelangkaan alat pemenuh kebutuhan dasar, ataupun sulitnya akses terhadap pendidikan dan pekerjaan. Kemiskinan merupakan masalah global. Sebagian orang memahami istilah ini secara subyektif dan komparatif, sementara yang lainnya melihatnya dari segi moral dan evaluatif, dan yang lainnya lagi memahaminya dari sudut ilmiah yang telah mapan.
Kemiskinan dipahami dalam berbagai cara. Pemahaman utamanya mencakup:
§ Gambaran kekurangan materi, yang biasanya mencakup kebutuhan pangansehari-hari, sandang, perumahan, dan pelayanan kesehatan. Kemiskinan dalam arti ini dipahami sebagai situasi kelangkaan barang-barang dan pelayanan dasar.
§ Gambaran tentang kebutuhan sosial, termasuk keterkucilan sosial, ketergantungan, dan ketidakmampuan untuk berpartisipasi dalam masyarakat. Hal ini termasuk pendidikan dan informasi. Keterkucilan sosial biasanya dibedakan dari kemiskinan, karena hal ini mencakup masalah-masalah politik dan moral, dan tidak dibatasi pada bidang ekonomi.
§ Gambaran tentang kurangnya penghasilan dan kekayaan yang memadai. Makna "memadai" di sini sangat berbeda-beda melintasi bagian-bagian politik dan ekonomi di seluruh dunia.
Mengukur kemiskinan
Kemiskinan bisa dikelompokan dalam dua kategori , yaitu Kemiskinan absolut danKemiskinan relatif. Kemiskinan absolut mengacu pada satu set standard yang konsisten , tidak terpengaruh oleh waktu dan tempat / negara. Sebuah contoh dari pengukuran absolut adalah persentase dari populasi yang makan dibawah jumlah yg cukup menopang kebutuhan tubuh manusia (kira kira 2000-2500 kalori per hari untuk laki laki dewasa).
Bank Dunia mendefinisikan Kemiskinan absolut sebagai hidup dg pendapatan dibawah USD$1/hari dan Kemiskinan menengah untuk pendapatan dibawah $2 per hari, dg batasan ini maka diperkiraan pada 2001 1,1 miliar orang didunia mengkonsumsi kurang dari $1/hari dan 2,7 miliar orang didunia mengkonsumsi kurang dari $2/hari Proporsi penduduk negara berkembang yang hidup dalam Kemiskinan ekstrem telah turun dari 28% pada 1990 menjadi 21% pada 2001 Melihat pada periode 1981-2001, persentase dari penduduk dunia yang hidup dibawah garis kemiskinan $1 dolar/hari telah berkurang separuh. Tetapi , nilai dari $1 juga mengalami penurunan dalam kurun waktu tersebut.
Meskipun kemiskinan yang paling parah terdapat di dunia bekembang, ada bukti tentang kehadiran kemiskinan di setiap region. Di negara-negara maju, kondisi ini menghadirkan kaum tuna wisma yang berkelana ke sana kemari dan daerah pinggiran kota dan ghetto yang miskin. Kemiskinan dapat dilihat sebagai kondisi kolektif masyarakat miskin, atau kelompok orang-orang miskin, dan dalam pengertian ini keseluruhan negara kadang-kadang dianggap miskin. Untuk menghindari stigma ini, negara-negara ini biasanya disebut sebagai negara berkembang.
Kemiskinan dunia
Deklarasi Copenhagen menjelaskan kemiskinan absolut sebagai "sebuah kondisi yang dicirikan dengan kekurangan parah kebutuhan dasar manusia, termasuk makanan, air minum yang aman, fasilitas sanitasi, kesehatan, rumah, pendidikan, dan informasi."
Bank Dunia menggambarkan "sangat miskin" sebagai orang yang hidup dengan pendapatan kurang dari AS$1 per hari, dan "miskin" dengan pendapatan kurang dari AS$ 2 per hari. Berdasarkan standar tersebut, 21% dari penduduk dunia berada dalam keadaan "sangat miskin", dan lebih dari setengah penduduk dunia masih disebut "miskin", pada 2001.
Proyek Borgen menunjuk pemimpin Amerika memberikan AS$230 milyar per tahun kepada kontraktor militer, dan hanya AS$19 milyar yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan Perkembangan Milenium PBB untuk mengakhiri kemiskinan parah sebelum 2025.
Penyebab kemiskinan
Kemiskinan banyak dihubungkan dengan:
§ penyebab individual, atau patologis, yang melihat kemiskinan sebagai akibat dari perilaku, pilihan, atau kemampuan dari si miskin;
§ penyebab keluarga, yang menghubungkan kemiskinan dengan pendidikan keluarga;
§ penyebab sub-budaya (subcultural), yang menghubungkan kemiskinan dengan kehidupan sehari-hari, dipelajari atau dijalankan dalam lingkungan sekitar;
§ penyebab agensi, yang melihat kemiskinan sebagai akibat dari aksi orang lain, termasuk perang, pemerintah, dan ekonomi;
§ penyebab struktural, yang memberikan alasan bahwa kemiskinan merupakan hasil dari struktur sosial.
Meskipun diterima luas bahwa kemiskinan dan pengangguran adalah sebagai akibat dari kemalasan, namun di Amerika Serikat (negara terkaya per kapita di dunia) misalnya memiliki jutaan masyarakat yang diistilahkan sebagai pekerja miskin; yaitu, orang yang tidak atau rencana bantuan publik, namun masih gagal melewati atas garis kemiskinan.
Menghilangkan kemiskinan
Tanggapan utama terhadap kemiskinan adalah:
§ Bantuan kemiskinan, atau membantu secara langsung kepada orang miskin. Ini telah menjadi bagian pendekatan dari masyarakat Eropa sejak zaman pertengahan.
§ Bantuan terhadap keadaan individu. Banyak macam kebijakan yang dijalankan untuk mengubah situasi orang miskin berdasarkan perorangan, termasuk hukuman, pendidikan, kerja sosial, pencarian kerja, dan lain-lain.
§ Persiapan bagi yang lemah. Daripada memberikan bantuan secara langsung kepada orang miskin, banyak negara sejahtera menyediakan bantuan untuk orang yang dikategorikan sebagai orang yang lebih mungkin miskin, seperti orang tua atau orang dengan ketidakmampuan, atau keadaan yang membuat orang miskin, seperti kebutuhan akan perawatan kesehatan.
Pikiran Dasar (Premis)
Kemiskinan merupakan suatu kondisi yang menggambarkan keterbatasan, kekuarangan dan ketidakmampuan, yang menyebabkan orang sulit untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Penanggulangan kemiskinan bukan menjadi tanggungjawab pemerintah saja, tetapi menjadi tanggungjawab seluruh stackholders yang ada, dan juga masyarakat lainnya.
Dari premis diatas, maka selanjutnya kita akan melihat fakta yang terjadi diIndonesia menyangkut kemiskinan dan penanggulangannya, dan kemudian akan ditarik kesimpulan tentang kemiskinan dan penanggulangannya.
Kemiskinan di Indonesia
Kemiskinan merupakan masalah yang banyak terdapat dan terjadi di negara-negara tertinggal maupun negara-negara berkembang termasuk Indonesia. Kemiskinan menurut badan PBB (UNDP) indeks kemiskinan manusia (Human Proverty Index) untuk negara-negara berkembang (HPI-1), memfokuskan perhatiannya pada proporsi manusia yang berada dibawah ambang batas dimensi pembangunan manusia – yang sama dengan indeks pembangunan manusia – panjang umur dan hidup sehat, memiliki akses terhadap pendidikan, dan standar hidup yang layak. Nilai HP-1 untuk Indonesia, yaitu 18,5, berada di urutan 41 dari 102 negara-negara berkembang yang sudah dihitung indeksnya.
Masalah kemiskinan yang terjadi di Indonesia lebih dikarenakan oleh,
- Sulitnya pemenuhan hak-hak dasar kehidupan manusia antara lain makanan, kesehatan, pendidikan, perumahan dan pendapatan perkapita masyarakat.
- Kesenjangan pembangunan antara kota-kota besar dipulau jawa dan kota-kota didaerah diluar pulau jawa, dan juga antara kota dengan pedesaan dan daerah terpencil lainnya yang tentunya belum terjamah pembangunan, dan juga potensi sumber daya alam yang berbeda.
- Guncangan perekonomian sebagai akibat dari lemahnya dasar perekonomian Indonesia, yang mengakibatkan banyaknya pengangguran.
- Kemiskinan yang dialami oleh kaum perempuan, dimana kurangnya perhatian pemerintah dalam mengikusertakan atau memberdayakan perempuan dalam pembangunan
- Kultur dan Budaya daerah yang turut mempengaruhi.
Era Orde Baru, Era Reformasi sampai sekarang
Pada era orde baru, pemerintahan berkuasa memusatkan perhatian pada pembangunan disegala lini aspek kehidupan. Tetapi karena pemerintahan pada masa itu masih bersifat sentralisasi, maka tampak jelas terjadinya perbedaan dan ketidak merataan dalam pembangunan tersebut. Dampak dari ketidak merataan pembangunan ini adalah kesenjangan antara daerah satu dengan lainnya, baik dalam bentuk pembangunan fisik maupun pembangunan manusia Indonesia, baik fisik maupun mental. Pemerintahan yang sentralistik pada masa orde baru tidak terlalu peka dengan kondisi dan masalah yang terjadi pada masyarakat di daerah dan pedesaan.
Pada tahun 1993, melalui beberapa metoda dan cara penanggulangan kemiskinan yang intensif terhadap penduduk miskin yang berjumlah kurang lebih 13,7 juta jiwa selama 3 tahun telah berhasil menekan jumlah penduduk miskin menjadi 11,34 juta jiwa. Namun dengan adanya krisis ekonomi yang bekepanjangan, maka jumlah penduduk miskin naik kembali menjadi 21,5 juta jiwa ditahun 1998. Kondisi kemiskinan diIndonesia diperparah lagi dengan terpaan krisis ekonomi yang melanda kawasan asia termasuk Indonesia didalamnya. Kondisi ini memaksa bangsa ini semakin terpuruh, dan juga masyarakat yang hidup dalam kondisi kemiskinan semakin banyak karena keadaan perekonomian Indonesia yang memaksa banyak perusahaan untuk gulung tikar, yang kemudian mengakibatkan timbulnya banyak pengangguran dan pada akhirnya menambah jumlah penduduk miskin diIndonesia.
Pada saat krisis ekonomi menerpa Indonesia, dibarengi juga dengan krisis kepemimpinan yang mengakibatkan beberapa kali terjadinya pergantian presiden yang tentunya berdampak kepada kebijakan yang dijalankan untuk memperbaiki perekonomian dan menanggulangi kemiskinan.
Pemerintah Indonesia dengan bantuan Bank Dunia diketahui telah meluncurkan program pemberdayaan ekonomi rakyat, sekaligus menekan jumlah masyarakat yang berada dibawah garis kemiskinan, yang dikenal dengan nama Jaring Pengamanan Sosial. Dengan dukungan dana 8,9 triliun untuk APBN 1998/1999. JPS ditujukan untuk 4 bidang pokok, yaitu food security, social protedtion, employment creation, dan pengembangan industri kecil dan menengah.
Namun demikian dari praktek dilapangan kelihatan proses tersebut berjalan timpang antara lain disebabkan oleh:
- Target JPS salah sasaran
- JPS tidak mempunyai visi pemberdayaan masyarakat karena lebih mementingkan pencapaian kuantitas diikuti proses top down dan tidak transparan
- JPS mematikan keswadayaan masyarakat yang telah ada
- Terjadinya partisipasi semu, karena keikutsertaan masyarakat lebih disebabkan karena tekanan
- JPS bermuatan politik yang dimanfaatkan oleh interest politik tertentu
- JPS membuat Departemen dipemerintahan tidak terkoordinasi dan croos sectoral.
Pada era reformasi, Bangsa Indonesia perlahan-lahan mulai melepaskan dirinya dari krisis ekonomi dan mulai membangun kembali tatanan kehidupan berbangsa dan bermasyarakat, termasuk penanggulangan kemiskinan yang semakin banyak sebagai dampak dari krisis ekonomi. Perubahan besar yang dilakukan adalah pada sistem pemerintahan, diubah dari sentralisasi menjadi Desentralisasi. Pada sistem sentralisasi pemerintah pusat terlalu banyak campur tangan dan tidak tahu kondisi sebenarnya yang terjadi di daerah dan masyarakat, sehingga kebijakan yang dilaksanakan kurang mengena dengan aspirasi masyarakat, dan juga terjadi banyak kesenjangan dan ketimpangan antara daerah dan juga antar kota denagn pedesaan. Pada sistem desentralisasi ini pemerintah pusat tidak terlalu mencampuri urusan kebijakan yang dilakukan didaerah lagi sebab daerah yang lebih tau kondisi daerahnya, tetapi pemerintah hanya bertindak sebagai pengawas dan pemberi dana bagi pembangunan daerah masing-masing berdasarkan perencanaan yang diusulkan oleh daerah masing-masing. Dalam hubungannya dengan penanggulangan kemiskinan, ada beberapa program yang dilakukan oleh pemerintah, yaitu mulai dari perbaikan pelaksanaan jaring pengamanan sosial (JPS), sampai dengan pemberdayaan masyarakat miskin.
Pada masa pemerintahan sekarang ini sebenarnya sudah banyak program yang dilakukan baik itu secara nasional atau kebijakan daerah masing-masing dalam langkah penanggulangan kemiskinan. Antara lain dengan adanya kebijakan subsidi pemerintah yang dinilai dapat memperingan beban masyarakat akan kebutuhan dasarnya, kemudian program beras miskin atau raskin dan progam pemberdayaan masyarakat miskin lainnya yang tentunya ditujukan untuk menekan atau meringankan beben dan jumlah kemiskinan.
Kontroversi
Upaya Pemerintah Indonesia merealisasikan Sasaran Pembangunan Milenium pada tahun 2015 akan sulit karena pada saat yang sama pemerintah juga harus menanggung beban pembayaran utang yang sangat besar. Program-program MDGs seperti pendidikan, kemiskinan, kelaparan, kesehatan, lingkungan hidup, kesetaraan gender, dan pemberdayaan perempuan membutuhkan biaya yang cukup besar. Merujuk data Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang Departemen Keuangan, per 31 Agustus 2008, beban pembayaran utang Indonesia terbesar akan terjadi pada tahun 2009-2015 dengan jumlah berkisar dari Rp97,7 triliun (2009) hingga Rp81,54 triliun (2015) rentang waktu yang sama untuk pencapaian MDGs. Jumlah pembayaran utang Indonesia, baru menurun drastis (2016) menjadi Rp66,70 triliun. tanpa upaya negosiasi pengurangan jumlah pembayaran utang Luar Negeri, Indonesia akan gagal mencapai tujuan MDGs.
Menurut Direktur Eksekutif International NGO Forum on Indonesian Development (INFID) Don K Marut Pemerintah Indonesia perlu menggalang solidaritas negara-negara Selatan untuk mendesak negara-negara Utara meningkatkan bantuan pembangunan bukan utang, tanpa syarat dan berkualitas minimal 0,7 persen dan menolak ODA (official development assistance) yang tidak bermanfaat untuk Indonesia[5]. Menanggapi pendapat tentang kemungkinan Indonesia gagal mencapai tujuan MDGs apabila beban mengatasi kemiskinan dan mencapai tujuan pencapaian MDG di tahun 2015 serta beban pembayaran utang diambil dari APBN di tahun 2009-2015, Sekretaris Utama Menneg PPN/Kepala Bappenas Syahrial Loetan berpendapat apabila bisa dibuktikan MDGs tidak tercapai di 2015, sebagian utang bisa dikonversi untuk bantu itu. Pada tahun 2010 hingga 2012 pemerintah dapat mengajukan renegosiasi utang. Beberapa negara maju telah berjanji dalam konsesus pembiayaan (monetary consensus) untuk memberikan bantuan. Hasil kesepakatan yang didapat adalah untuk negara maju menyisihkan sekitar 0,7 persen dari GDP mereka untuk membantu negara miskin atau negara yang pencapaiannya masih di bawah. Namun konsensus ini belum dipenuhi banyak negara, hanya sekitar 5-6 negara yang memenuhi sebagian besar ada di Skandinavia atau Belanda yang sudah sampai 0,7 persen. [6]
Garis kemiskinan atau batas kemiskinan adalah tingkat minimum pendapatanyang dianggap perlu dipenuhi untuk memperoleh standar hidup yang mencukupi di suatu negara. Dalam praktiknya, pemahaman resmi atau umum masyarakat mengenai garis kemiskinan (dan juga definisi kemiskinan) lebih tinggi di negara majudaripada di negara berkembang.
Hampir setiap masyarakat memiliki rakyat yang hidup dalam kemiskinan. Garis kemiskinan berguna sebagai perangkat ekonomi yang dapat digunakan untuk mengukur rakyat miskin dan mempertimbangkan pembaharuan sosio-ekonomi, misalnya seperti program peningkatan kesejahteraan dan asuransi pengangguranuntuk menanggulangi kemiskinan.
Faktor Penghambat Penanggulangan Kemiskinan
- Stabilitas politik, ekonomi, sosial, pertahanan dan hukum
- Kebijakan perundang-undangan yang masih dinilai belum maksimal mendorong penanggulangan kemiskinan, dan belum maksimal dalam mendorong pertumbuhan investasi di Indonesia.
- Kurangnya sarana transportasi dan informasi
- Kultur Budaya dan tradisi masyarakat setempat.
Langkah-Langkah yang dapat dilakukan untuk penanggulangan
Adapun langkah-langkah penanggulangan yang bisa dilakukan oleh pemerintah pusat maupun daerah yang juga melibatkan seluruh stackholders dan mengikut sertakan masyarakat adalah
- Penciptaan stabilitas ekonomi makro, sistem finansial dan iklim investasi yang kondusif
- memperbaharui dan lebih memberdayakan masyarakat dalam program jaring pengamanan sosial (JPS)
- Trasformasi sektoral (dari Informal ke formal)
- Pembentukan UKM-UKM yang lebih memberdayakan masyarakat miskin sesuai dengan kultur dan budaya masing-masing daerah.
- Sosial corporate Responsibility
- Desentralisasi fiskal yang lebih berpihak pada masyarakat miskin
- Membangun dan memperluas sarana transportasi dan informasi supaya bisa sampai ke masyarakat miskin.
- Turun ke masyarakat dan mendengar secara langsung apa yang menjadi kekurangan dan cara bagaimana yang dapat diambil untuk penanggulangan kemiskinan yang sesuai untuk masyarakat tersebut.
KESIMPULAN
- Kondisi dan situasi yang dihadapi masyarakat yang hidup dalam kemiskinan, merupakan gambaran keterbatasan dan ketidak mampuan pemerintah dalam memberikan perhatian dan pemenuhan kebutuhan hidup masyarakatnya.
- Perlunya adanya kebijakan pemerintah yang memihak ke masyarakat miskin yang melibatkan masyaraat miskin dalam pembangunan dan penanggulangan kemiskinan di Indonesia
- Penanggulangan kemiskinan merupakan tugas kita bersama, dari pemerintah pusat sampai pemerintah daerah dan juga seluruh stakeholders dan masyarakat dalam menanggulangi dan menciptakan kondisi yang bisa memudahkan masyarakat dalam memenuhi segala kebutuhannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar